POLMAN — seorang Santriwati inisial RF (16) di Polewali Mandar terancam tidak bisa lanjut SMA. Pasalnya, surat keterangan lulus atau SKL RF disita pesantren tempatnya lulus karena tidak mampu melunasi iuran selama 13 bulan
Ibu dari RF, Nur Baya mengatakan dia memang belum memiliki biaya untuk melunasi iuran kesejahteraan di sekolah putrinya di Madrasah Pondok Pesantren Al Ikhlas, Lampoko, kecamatan Campalagian, Polman, Sulbar, Akibatnya, SKL milik putrinya disita pihak pesantren.
“Iya semua siswa diwajibkan bayar iuran, mungkin karena kondisi ekonomi mereka bagus jadi lancar pembayarannya, kalau saya tidak, kadang kita bayar Rp 1 juta, kadang juga Rp 2 juta untuk beberapa bulan ke depan, tidak setiap bulan saya bayar,” kata Nurbaya kepada wartawan, Sabtu (18/6/2022).
Nur Baya juga mengatakan tunggakan iuran kesejahteraan putrinya bermula saat mengikuti sekolah online. Nur Baya saat itu juga sempat mengira tidak ada pungutan iuran mengingat pembelajaran dilakukan secar online.
“Waktu Corona itu kan Santri tinggal di rumah, belajar dari rumah, jadi saya kira itu tinggal di rumah tidak membayar uang bulanan karena tidak makan di sana, tidak tinggal di pondok. Tunggakannya sekitar Rp 5 juta-an,” ungkapnya
Lebih lanjut Nur Baya telah berusaha menghubungi pihak Pondok Pesantren untuk bisa diberi kebijaksanaan dengan menawarkan uang Rp 1 juta sebagai jaminan. Dia kemudian meminta tolong agar bisa dikirimkan foto SKL milik anaknya untuk kebutuhan pendaftaran sekolah, mengingat pendaftaran untuk tingkat SMA sudah hampir selesai.
“Saya hubungi mantan kepala sekolahnya tapi dia bilang konfirmasi sama bendahara, kalau dia bilang bendahara di fotokan saya fotokan SKL-nya, tapi tetap tidak bisa katanya amanah dari Pimpinan pondok pesantren, Padahal saya tidak mintaji juga SKL yang aslinya saya cuman minta di fotokan saja SKL untuk dipakai mendaftar karena sudah mau tutup pendaftarannya, tapi karena ada tunggakan pihak sekolah tidak mau,” tambahnya.
Sementara itu, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhlas Ikhsan Sainuddin membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya pihaknya sengaja tidak memberikan SKL kepada santri yang masih mempunyai kewajiban di pondok pesantren, salah satunya dengan tunggakan iuran bulanan kesejahteraan
“Sebetulnya tidak sederhana itu, bukan soal tahan menahan ini, tapi ada kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang tua santri, karena terus terang di pondok kita ini ada sedikit persoalan bahwa ada tunggakan yang cukup tinggi dari para santri, memang kita lihat bahwa banyak sekali motif dari orang tua yang kemudian tidak membayar uang iuran bulanan kesejahteraan,” kata Ikhsan Sainuddin saat di temui di Pondok Pesantren.
Menurutnya, pesantren Al-Ikhlas ini termasuk pesantren sangat murah, biayanya hanya sekitar Rp 500 ribu per bulan dan memang untuk aturan ini sudah ada kesepakatan dengan komite.
“Kembali pada aturan pak mari kita menghargai aturan yang kita sepakati yang buat aturan itukan pondok bersama orang tua, sekarang ini intervensi orang tua partisipasi orang tua di era hari ini itu cukup besar jadi kita kolaborasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia juga mengatakan cukup banyak santri yang belum mengambil ijazah ada puluhan ijazah yang menumpuk di kantor, motifnya beda beda intinya sama semua, juga belum melunasi karena dia sudah terlanjur ambil SKL sehingga dia tidak pernah ambil ijazahnya.
Saat ditanya mengenai santri yang terancam putus sekolah akibat tidak mendapatkan SKL dari Pondok Pesantren, ia mengatakan jika alasan atau motif apapun yang digunakan pihaknya tetap pada aturan dan menurutnya kebijakan yang dikeluarkan pada santri juga sudah berulangkali.